26 September 2010

Akankah ??

di kotak itu menemu rindu

di ujung kalbu aku membiru

menusuk diam menggigil ngilu


menemuimu

tiada berpeluh

membelaimu

dalam diamku...

menjamahmu

dalam bayang semu


di pematang kala musim mulai membiru

membelah kata tidak ingin melupakanmu

atau meninggalkan bayangmu

tak pula mau menghapus namamu


ingin kubisikkan

sebait syair sajak indah yang tak pernah terucap

ataupun pernah terluap

kala aku bermimpi

kita berdua menikmati pematang

bersama dalam rengkuhan..


akankah ??

Lihat Tarianku, Ma..

~

Mama

nanti malam aku ingin menari di bawah rembulan

rasakan indahnya rancak tarianku

dengan musik yang begitu menggema..

aku yakin getarnya kan sampai ke dalam sanubarimu

dan kan ku hentakkan seluruh tubuhku..!


hey Ma..

dengarkan saja

gaungnya Phill Collins menyanyikan lagu yang sama dengan namamu...

indah bukan..??


Mama,

semua aku lakukan untukmu

tidak ada derita yang lebih indah selalin berkorban demi engkau

hanya hidup terkadang harus bersikap keras


aku tidak bermaksud menoleh ke lain arah selain padamu, Ma..

tidakkah kau rasakan ??

aku begitu kuat menanggung derita ini tanpa kau pedulikan


dengarkan aku Ma..

mendekatlah ke dalam hatiku

kau akan temukan pijar yang tak ingin redup


biarkan saja aku, Ma..

menjadi diriku apa adanya

menciptakan melodi yang aku rangkai sendiri


untuk hidupku..

dan terutama,

demi kebahagiaanmu..

Ke mana Nurani ??

~

sepotong kabut yang menyayat di kegelapan malam

memburu gelap pematang siang


kerakusan di jalanan

tak peduli tidur kita seperti di buru hantu


terkapar kelaparan

menyayat nadi sendiri

memburu sepetak roti

itu bukan hal basi


nanar di pelukan urat kian berkarat

berkilo kilo jalan

tak peduli nanah yg tercecer

demi sesuap nasi

demi setetes pemberhenti lirih

berharap ribuan hati yang tiada peduli

nasib sesama bangsanya sendiri


di biarkan mati !!

Judulnya, Terserah..

tiba tiba jemariku bergeletar

menuliskan jiwa jiwa pada tepian sunyi

pada prahara tumbang runtuh

pada makam makam yang terlihat teduh


kemerdekaan berada pada tapal detik

ketika kekuatan hati sudah tidak mampu menahan lagi

apa yang terlalu lama sudah di endapkan


dan panah api harus aku luncurkan

bukankah kalimat kalimat panasmu lebih dulu kau tancapkan

dan aku tak akan membiarkan

nuraniku lebur oleh kesombonganmu


akhirnya,

maafkan Tuhan...

jika kata sakral itu harus aku ucapkan


aku tetap yakin..

di belakang panggung kami

tetap ada Engkau..

Di tengah laju jalan

Deru laju kota memburu

membual di sepanjang trotoar

saling sikut sesama pemakai jalan

tidak peduli nyawa hanya satu !

Libas dan salip !

Tancap !

terabas !


Mak,

aku di jalan kini..

Aku ingin supirnya sejenak terhenti..

menahan nafas berucap kalimat istighfar

tapi supir tak mau peduli

walau berkelaju sangat

sama saja cari mati !

Mak, doakan aku..

Selamat menujumu penuh khidmat..

Aku kangen mak..

25 September 2010

Untukmu Tanah Merahku

semilir pekat di ujung negeri

menangis membisu pecah berselimut tanpa henti


meratap anak zaman melabuh sangkar sepi

terkoyak tanah merah tanpa peduli


kau sakit !

aku perih !

kau diam..

aku tak terima hinaan !


terkoyak negaraku tiada sakti lagi

burung gagak hanya pajangan

hilang arti walau pada kaum papa


lempar melempar terbuncah hasrat kebencian

prahara pecah di ujung kemunafikan

menguak cakrawala

kini kosong tanpa inspirasi


hanya ada membela kaumnya sendiri

tak ada rasa peduli pada negeri

yang sekarat dan kian melarat

pada kerakusan, ketamakan..

tak mau membenahi...

hanya cari tampang lewat koran koran


duh, negeriku jadi biadab

melihat batu batu berterbangan tak kenal adab

kemana lagi akan kau tambal ujung kain pada singgasana lama koyak


hati...

tempat segala labuhan yang menyejukkan


kan kugilas hatimu..

kan ku arak walau aku harus merangkak


tiada hujanpun rela aku menyiram kegalauan

untuk anak anak bangsa pada tanah merah melara


ku kirim doa.. karena hanya Dialah,

Tuhan...

maha segalanya...

Maafkan

aku tidak mau abu abu

tak mau kelabu

kala aku menuai jamur jamur liar

menarik akar ragaku terus berkelakar

menjamu kuncup mulai layu

sembari menikmati dirimu

dalam rindu,


maafkan sayang, aku tak kuat menahan pilu

sehingga lagi lagi aku harus sendu

padahal aku tahu, itu tak kau mau


atau aku harus pergi

tanpa menoleh lagi

tapi hatiku belum sudi

masih ingin menjumput seruni nan lirih



aku tak tahu, tak kaupun tahu

pada mataku kau kan tahu

begitu dalam rasa itu menggebu


biarlah,

mungkin cerita kita hanya jadi tembang malam

menghias langit karena kitalah sang bintang

tiada terang tak jua remang

karena hati tak ingin kerontang


rasakan saja malam ini aku datang

membelai engkau ibarat gemintang

mendekapmu lalu menghilang


ah,

terasa samar dan aku belum jua beranjak pulang

semoga kau tak bosan mendengar tembang kelam


maafkan,



(7 september 2010)

07 September 2010

Tidak Selalu Harus

~


tidak semua getar itu harus di turutkan

kala persik mimpi tercampur baur dengan nyeri


tidak semua rindu harus di labuhkan

kala kelopak kelopak bara merengek meminta sekuntum sakura


biar cukup di rasa saja

walau dengan kulum tawa

aku tahu

kaupun akan merasa


di sana gigilku

di situ getir milkmu


tidak selalu hening berkawan bisu

walaupun pasukan mimpi siap menyerbu


terkadang merasa letih di seperempat perjalanan

namun aku masih bergelayut jua

pada ujung rembulan


datar kasar dan nanar

itulah aku dulu yang kau kenal


saat ini,

tetap ingin seperti bulan

selalu tampak indah walau penuh gradakan


ku coba..!




(6 september 2010)

Maafkan Kak Na, Dek..

dek,

malam ini Kak Na enggak bisa tidur..

Kakak rindu kamu

sudah berapa kali lebaran ya dek,

kita tidak bertemu..


Maaf dek,

kalau hari raya tahun ini Kakak telat mengunjungi pusaramu..

rasanya ingin sekali

Kakak loncat melibas cakrawala untuk sekedar bertukar cerita denganmu...

seperti dulu,

saat kita tertawa bersama

di dalam kamar kakak yang sempit

bercerita tentang kekasih hatimu..


Dek,

kunjungi Kakak Malam ini ya,

jangan lupa, pakai baju kebaya putih

yang kakak hadiahkan untukmu di hari pengantin itu


Dek,

belai kakak sampai benar benar terlelap ya..


salam sayang selalu untukmu,


Al Fatehah..




(Ruang sunyi, 5 september 2010)

Kemana Aku Harus MencariMu, Tuhan

ke mana aku harus mencariMu, Tuhan

di baju baju baru nan gelisah

menunggu pembeli yang kian merajalela kerna resah


di mana aku harus mencariMu, Tuhan

jika kantung celanaku kosong,

dompetku melompong

hampir goyah di tengah siang bolong

seperti rasa sangat sarat di kerongkong


ke mana aku harus mencariMu, Tuhan

jika isi musholla kian kosong

tak ada cemburu lagi

melihat jiwa jiwa yang awalnya gembira

menjumpaiMu dia awal bulan suci


ke mana aku harus mencariMu,Tuhan

jika rengekan para istri meminta sangu pada suami

tuk sekedar mencari warna warni di aneka toples belum pasti tercumbui


ke mana aku harus mencariMu, Tuhan,

jika sajadah sajadah indah penghias lantai musholla

tiada lagi seharum bunga kasturi


ke mana aku harus mencariMu, Tuhan

jika saat ini aku sangat merinduMu....

tapi terhalang penyakit rutin yang setia menjumpaiku


oh..

Kau ada di sini...

Kau tak pernah pergi

Kau ada di hati


menunggu aku datang

tuk menjemput kasih yang tiada pernah Kau tanggalkan

aku merinduMu


ingin selalu Engkau belai agar selalu tahu sebegitu besar kasih sayangMu


aku merinduMu


dan Kau tahu Tuhan...??

jika rasa rindu ini getarnya sangat berbeda

dengan semua kesemuan menjelang hari raya...





( 5 september 2010)

04 September 2010

~Di suatu Senja

Di suatu senja

di ujung dermaga itu

menyepi kita diantara desir desau angin nan lembut


kau usap keningku yang berpeluh

menata rambutku yang jatuh satu satu

menyeka airmataku berbareng dengan suara gemuruh

dari langit..


mendung itu sayang,

setia menemani kita

ketika berada di pantai nan sunyi


mendung itu,

tanpa badai kali ini


mendung itu

tiada menusuk tak juga menikam


pasir putih

memberi warna kesenduan kita


asin laut itu

tak pernah terasa asin di hatiku


aku dengarkan kau

berdendang merobek awan


diantara kerlap lampu mercusuar tak mau padam

aku menikmati indahmu


pada heningnya laut...

Irama Tanpa Judul

kamu laki lakiku

teriaklah selalu di ruang sunyi itu


kau kan tertawa

melihatku menari

menyeimbangkan

gerakan gemulaiku

mengikuti irama yang kau mainkan


kamu laki lakiku

nada nadamu telah meliukkan

keheningan yang kita ciptakan


maka,

dawaikanlah selalu untukku

tanpa gegurat sendu..

Wahai, Angin nan Gigil

terkepung segala macam mimpi mimpi

membuai kala mata tersuluh rupa matamu

malam...


airmata mengapung sembunyi

rindu menuai torehan

menggigil kala aku mendekap gambarmu


duhai rindu,

sentuh lipur kalbuku

tidak perlu engkau bertanya

karena aku juga tiada bisa menjawabnya


setiap lapisan kasih

membelai lembut remah

ombak mempermainkan bidukku


wahai angin,

gemuruhkan sabda getarku

agar bayangnya menyelindap titisan memeluh kalbu

02 September 2010

Pada Putih Dirimu, Rebahlah...!

Wahai Jiwa

yang memikul bermilyar beban

Uluk salam aku sampaikan merintih tertatih

menuai segala derita pasi


tergugup angin hembus nafas

aku berjalan menoleh tiada henti

bergelayut sejuta makian dari diri


seharusnya,

putihkan saja gelapmu

terbanglah !

jangan merayap..

rebahkan... jangan gelisah


biarkan fikiran berkelana

menyampaikan suluk tanpa abu abu warna


usapkan jiwa,

pada belai sinar dari dirimu...

Kata, Kilau Usia

berdenyut terkenyut kata

keluar tidak merata

patah kala dimakan rayap rayap senja

mencipta api membuah mimpi

seketika datang menghujam nalar

di latar kelabu surya memudar

tinggalkan manikam

tertelan di telan kalam

lanjuti hidup,

jangan terpuruk

menumpuk lapuk seusia kilau

Laut, Aku Padamu

perahu kecil mulai gelisah

di telan ombak seketika resah


bersiap menjumpai rembulan

nan galau

mulai memutari hening


mendendangkan kidung kidung kesunyian

tuk menjemput malam


terasa damai..

sepi

dan dia,

Aku.....

Aku selipkan Doa Untuk Kita

lumut lumut di pinggir pantai itu telah kikis sayang....

kucari sisa sisanya

menyelam bersama debur ombak

bersama remang bergulung semak


aku mencarimu

ketika gerimis waktu

menghantam dupa yang kita tebar bersama



tak berbeda

ketika remah tegar menghantam badai



kita akan terus menua

membayar bulir cinta

ketika tiba pada waktu basah



aku mengasihimu...



di ujung dupa,

aku selipkan doa