21 April 2011

Langgam kala

Langgam Kala
oleh Ratna Kumala pada 20 April 2011 jam 8:00

~

selalu ada derit ketika mata terbuka

selalu ada cerita ketika pintu mulai terkuak

tak mengecap angan di balik titian kelembutan

yang kau tanami di balik bilik-bilik rerumputan



biarlah ku gelayuti hari secepat burung ababil yang berlari

mengeja makam tuannya untuk segera menabur di balik bambu yang kau pekat

air mata telah kadung berdebu di bawah bebayang biru

akan fatamorgana yang pelan-pelan menyunyata waktu

dibalik sembunyi kupu,

kau erami kepompong yang mengengat dan sedikit tersengat



tenggelam

tak karam

tanpa ditelan malam



hilang

lindap

menderu segebu ombak

diterjang kejang gita, yang pelan mengusap jati-jati yang berkarat di hati.

tanpa di terkam badai.

kini dan nanti.







(20 april 2011)

aku rindumu, bapak

Aku Rindumu, Bapak
oleh Ratna Kumala pada 16 April 2011 jam 23:34

~

duhai, tuan nan bijaksana

sebegitu bergelombangnyakah, diri.

mengirimi doa-doa

melebihi murkanya pujangga

bukan dari, hati.



duhai, rindu yang abadi

aku pilu

mendengar rintihnya, ringkihmu

ingin ku belai sejenak

melepaskan lelah kita yang terhenyak

kerna rentang memisahkan jarak, kasih sejati

antara aku dan kau, Bapak.







(16 April 2011)

sedih itu bukan aku!

Sedih itu, bukan aku!
oleh Ratna Kumala pada 07 April 2011 jam 19:24

~

oh, udara di luar begitu sedih

dia menjerit di tengah kesunyian

mendung berpeletiran

menganyam sukma mengadu duka

terburai debu kepodang diangkat gersang

tak ada lagi bougenvil bergelayut di bintang



meratap sajak di tengah kepiluan

mengkanvasi tarian di pematang bumi

kita meremang

di tengah kerumunan

mengecapi senja sedalam torehan



menelusur tiap sepi yang ku temui dalam lagu

oh, itu bukan aku!

kerna aku ada dalam rancak tembang rindu

yang selalu kau mainkan untukku









(7 april 2011

langkah ringan di biru

Langkah Ringan di Biru
Oleh Ratna Kumala · 07 April 2011

~

mari kita bersulang

untuk malammalam kelam

yang telah kita tanggalkan



di sini, di atas meja ini

api telah menjelma menjadi neraca

yang akan kita timbang kelak

menjadi butirbutir luluh lantak

dimakan biru,



sebirunya hati, tak lagi berdebu

menjadi abu

kerna nurani, adalah hati di setiap lagu

CahayaMu









(7 april 2011)

hanya kepada pelita

Hanya kepada Pelita
oleh Ratna Kumala pada 06 April 2011 jam 7:42

~

kan ku bilah bijibiji plastik di dalam kaca

menebus ujung hati tanpa lagi duka

meripis gerimis telah hadir di balik senja

kini,



tak akan menjelma lagi bilur duri berbalut rindu

aku biarkan dia menghilang ditelan masa

menempuh jalannya sendiri mencari tuannya



kemarin,

aku pongah di tengah keserabutan semu

namun hangat tersempil di ketiak sanggup menerobos beku

dia menjelma menjadi utuh

untuk kembali pulang kemana akan menuju



sampai nanti,

aku yang rindu memeluk lelapmu

dan mengusap tangis lucumu,

takkan lagi hilang ditelan waktu

takkan lagi berbagi cemburu

selain kepada kalian, duhai pelita jiwaku..









(6 april 2011)

apaan?!

Apaan?!
oleh Ratna Kumala pada 03 April 2011 jam 23:00

~

apa bagimu, tak berarti apa apa bagiku kini

apa apaan kau??

selalu menganggap remeh setiap masalah yang apa

kau memang apa yang tak mengerti apa apa

apa -apaan?

pergilah sana!

kalau memang aku bukan apa apamu!

apaan?? kau masih memanggilku??

lalu maumu apa??

apa-apa

kau tahu?

kau hanyalah selembar apa yang tak tahu apa-apa

tentang bagaimana, dan mengapa

aku bisa sampai di hatimu, yang mengapa.







(3 april 2011)

kemarin kan terganti esok

Kemarinkan terganti esok
oleh Ratna Kumala pada 02 April 2011 jam 21:54

~

kalau memang perjalanan ini harus bertabur duri

setidaknya aku telah mampu menyingkirkan durinya, satu demi satu

kalau memang kebahagiaan harus ditebus dengan banyaknya tangisan

aku telah mampu membayarnya dengan malammalam penuh sesunggukan, kemarin.



ya, kemarin yang berarti

kemarin tak akan abadi

karena ada esok

hari panen bunga

penuh warna, tawa dan bahagia









(2 april 2011)

symfony Sore tadi

Symfony Sore tadi
oleh Ratna Kumala pada 01 April 2011 jam 18:17

~

entah apa yang harus kutulis malam ini

Tiba tiba lembab itu datang menyergap

Mengusungku ke dalam gelap

Sedetik aku kalap

Hilang,

Ditelan pekat



entah apa lagi yang harus kutulis malam ini

Telinga hanya terdengar sepi

Hatiku terasa sunyi

Aku pekat, sedikit bergeser diterpa ombak



Ah, entah apa yang harus kutulis lagi di atas kertas ini

Hanya ingin bangkit dari letih

Lalu merasakan hidup tidak sendiri

Bahwa aku punya arti

tetap tegar menapaki kaki

di atas hidup penuh symphoni





(1 april 2011)

musik, puisi dan kamu

Musik, Puisi dan Kamu
oleh Ratna Kumala pada 29 Maret 2011 jam 13:22

~

pada puisi,

aku temukan belukar menjamak, di tanami debudebu berombak indah

di atas rekahan rerumputan basah,

tak pernah kering ditelan waktu



pada musik,

aku cumbu geletar ombak membiru

dengan untaian nadanada menggetarkan kalbu

ketika desahannya merobek ulu gairah

membangkitkan nafsu dalam lenggokan bisu

menari dan terus menari menguntai manikmanik

menggebu gemericik gerimis berbisik

di atas hamparan sabana, sepasang kekasih sedang bercinta



aku menggelinjang dengan musik

menggoyangkan hati di tengah kekosongan

menahan desah, menggerayangi bayangku sendiri

dalam untaian alunannya



Puisi,

kubelai pena sebelum melukis kalimatkalimat indah di atas sajadah kata

memainkan jemari di terowongan akarakar jiwa

kutuang cangkir berisi mutiara api

bercinta dengannya, penuh geram!

mencoba menjamah rasa, lalu menelanjanginya dengan penuh gelora

layaknya kelokan peluh di bawah lembah

berupaya, untuk bisa menulis kata lebih indah



dan pada kamu

selalu kutemukan begitu banyak melodi

kutemukan begitu banyak puisi

hingga menjumpaimu dalam mimpi

serasa menciumi waktu

akan rasa tak pernah luruh, walau dihujani sejuta peluru



kujumpai kamu,

pada musik dan puisiku









(29 Maret 2011)

Sajak langit

Sajak Langit
oleh Ratna Kumala pada 25 Maret 2011 jam 16:20

~

hujan mulai memainkan kecapinya lagi

dia bernyanyi tak lagi sedih

berdebar mendengar denting kecilnya

sambil sesekali melirik mata pada semesta



langit mulai gelap

bukan karena hatinya sedang gelisah

hanya memang Tuhan ingin menurunkan karunia indah

lewat curahan basah untuk lukisanlukisan tanah



matahari,

berikan ruang sebentar kepada langit

biarkan dia melukis sembari berwirid

untuk bumi melanjutkan pesta warna

agar makna tak semisteri magma gua

kerna dindingdingding sajak akan selalu harum,

sewewangi nirwana









(25 maret 2011)

katakan dengan do'a, untuk suatu hari nanti

katakan dengan Do'a, untuk suatu Hari nanti
oleh Ratna Kumala pada 21 Maret 2011 jam 18:02

~

pada rentang matamu

kulihat diriku masih bebas mengembara

berkelana di ruang biru

mengecup kening halus syahdu, milikmu



angan tercecar layaknya cahaya

di sesungging gerimis nan lepas

yang tak jua lupa akan katakata



dan ketika datang sepenggal malam

kita hirup aroma mayang

di ujung pualam berkelambu manikam

kugenggam wujud sesosok bayang

sembari menghitung butirbutir tasbih di dalam sembahyang



katakan dengan do'a

sembari memujaMu, duhai Cinta

biarkan saja angin menjuru ke laut kidul

melepaskan gelombangnya ke tengahlapang



kini bulan telah lelap di pangkuan

bintangpun telah jatuh menghantam tubuhku

kan kubiarkan sesak mengombak di bentang bahari

untuk ku ronce lagi pelangi, ketika menyulam hari

bagi kita,

di suatu hari nanti

ketika tiba senja

ketika Tiba Senja
Oleh Ratna Kumala · 21 Maret 2011

~

tetes kerat keringat menyusun usia senja

kala pelupuk beradu pandang mengilu,

rindu.

dihujam kepingan buih nan memaku,

jatuh.



imbangi rasa menuju selaput hela

dibekap kelu

dan ramahmu, hilang ditelan angkuh

rapuh.



akan tiba di suatu dini

kau datang ke lelaku hari

sembari menggenggam jemari

berjalan tanpa lirih

pasti.







(21 Maret 2011)

Luka yang terlupa

Luka yang Terlupa
oleh Ratna Kumala pada 17 Maret 2011 jam 19:26

~

awan sedikit berdebu

wajah langit memerah bisu

matahari menyimak sendu

seketika aku datang

menghela nafas panjang

dalam.



kita mengembara dan berkisah

menebas sejarah

sembari berpeluk erat

di reranting pohon cemani

lirih.



kitalah segumpal awan

yang mengelabu ke dalam sunyi

memilin sepi,

menjelaga tak terpetakan

perih.



dan gelombang telah mengetuk

aku perlahan beringsut

meninggalkanmu,

untuk mengubur luka

yang perlahan gugur

dan terlupa

kini.









(17 Maret 2011

dinding-dinding himpitan asa

Dinding-dinding himpitan Asa
oleh Ratna Kumala pada 08 Maret 2011 jam 20:36

~

dinding-dinding hening

bersuara denting

menjalar muak sampai ke akar kerak

dingin..

bersenggama di mimpi

mencumbui sepi di balik sunyi diri



rajam dinding mencambuk akal

mengelupas nadi merobek kisi-kisi muasal

luka lebam digulung pedih

seakan teriak tiada yang peduli



dinding-dinding terkoyak

di ganas gigil mimpi yang meluap

kerna bedil kerap bersitegang

dengan urat-urat geram kepedihan

lepaskan!

bebaskan!

di senyap malam

melawan pengap berbau kelam



dinding-dinding inginku

cengkeram dan menjerat pikiran

hasrat buas tak ingin terpisahkan

dihimpit pengap sunyata kehidupan



hingga angan kan menjadi kenyatan

di antara asa dan cahaya ruang

himpitan keresahan







(Ratna kumala, 8 maret 2011)

Hujan

Hujan
oleh Ratna Kumala pada 08 Maret 2011 jam 11:07

~

Hujan..

adakah kau telah menghapus airmataku berubah menjadi beku??

hingga beningnya, telah enggan meneteskan air lagi..



akan kutunggu sampai berapa lama,

nestapa yg sungguh kusayang kan pulang, padaku..

akan kudekap sebagaimana rindunya menjerat



hujan,

siramilah aku

agar tak hanya duka menyelimuti hari-hari

biarkan aliran derasmu

memeluk dan membasuh jiwa

yang bersembunyi di balik kedipan basahnya



hujan

kurasakan ketika kau datang

bahkan di saat kau datang mengintai

di balik awan











(8 Maret 2011)

Aku dan kamu

Aku dan Kamu
oleh Ratna Kumala pada 06 Maret 2011 jam 19:42

~



tidak!

rindu ini belum berkarat

cinta ini tidak sekarat

kau yang memakunya

hingga aku sembunyi, di balik tidak peduli



aku tak akan khianat

akan lunglainya hasratmu yang mulai penat

ketika dingin membuat hati basah

di balik beku pilu nan resah



aku pembuai malam

begitu juga, engkau

penyingkap bintangbintang

di rerimbun panjang nan remang



berikan aku bunga sajak

yang kau singkap pada malam penuh gemeretak

agar aku tahu

hatimu luluh lantak

pada indah jiwa semerbak











(6 Maret 2011)

Sepi dan Sunyi itu

Sepi dan Sunyi itu...
Oleh Ratna Kumala · 05 Maret 2011

~

sepi itu,

ketika dihadapkan dindingdinding

bercat pucat

tak memberikan warna

dalam ruangan hampa



sunyi itu,

ketika terbangun

dalam kesendirian

merajuk pada Tuhan

berdo'a dalam kegundahan









(5 Maret 2011)

Kitalah musik dalam Sajak itu

Kitalah Musik dalam Sajak itu
oleh Ratna Kumala pada 02 Maret 2011 jam 21:34

~

musik ini begitu menyentuhku

walau dia tidak bercerita tentang cinta

ada ritme,

di mana aku begitu merindumu



lagu ini bukan tentang rindu

hanya, terasa ada getar ketika aku larut dalam iramanya

ya, ada kamu di sana..



kamu yang pernah bermain nada untukku

mencipta lirik sendu

ketika kita tertawa dalam pilu

ya, ada kamu di dalam lagu



not yang tak ada habisnya

kita berdua di tangga kisah



kerna kitalah

musik indah

pada untaian sajak

bersama









(2 Maret 2011)

Waktu

Waktu
oleh Ratna Kumala pada 01 Maret 2011 jam 7:04

~

memenuhi jiwa dengan rindu

pada debu rahmat aku harap cintaMu



akankah berakhir waktu

sedang kita masih mengelana

pada gurindam senja

di sementara kisah



kemanakah jalan

ketika selaksa waktu terhenti

tanpa disadari



sepi

sendiri

sunyi

hampa

lembab



gelap

tak berkesudah

hilang ditelan masa



memanah waktu

di kepingan beku

mengharap sesuatu

berbangga pada yang akan pergi



seketika hilang dari diri

akan datangnya saat

ketika jalan tertutup pekat

tak akan ada waktu

mengulang ke masa lalu



semua fana

hilang

kembali padaNya

hanya Iman..

di sementara waktu

penuhi Rindu











(awal maret 2011)

Katakan padaku, yang Aku sendiri sudah tahu


Katakan padaku, yang Aku sendiri sudah tahu
Oleh Ratna Kumala · 28 Februari 2011

~

katakan padaku, cinta

kemana arah angin membawa



jangan lenakan aku, rasa

tak henti kau memenjara



bukan aku tak ingin, mega

bila hati selalu gundah



takkah lebih baik

jika aku menjadi lautan saja



kerna sedalamdalamnya lautan

ialah, hati lapang

setegar karang













(28 February 2011)

KEMBALI

Kembali
oleh Ratna Kumala pada 26 Februari 2011 jam 19:22

~

matahari telah terpejam

menelusup ke ujung malam

tirai telah aku bekap

ujung pena kembali tersibak



pijar mengkilau tertebar

tersiram ke dinding kamar

merobekrobek kertas jingga

tiada pudar ditelan ribuan senja



luka itu telah menganga

terseret jauh angkara

tercipta semburat rasa

tertelan cintamu sendiri



aku disini tetap merdeka

berrmain katakata

tidak ingin memanipulasi rasa

milikku



pergilah kau pergi

bersama rindumu yang abadi

bertemu kita nanti

di pelataran hati

berdua kembali











(26 February 2011)

Heyy..! :)

Heyy...! :)
oleh Ratna Kumala pada 25 Februari 2011 jam 9:32

heyy..

bukankah telah kuajak engkau berulangkali menari

tertawa sambil melekukkan jemari

di pinggangku



engkau yang selalu sabar

membacaku dari hari ke hari

melinting sepi

walau hanya bisa kuberikan secangkir kopi



heyy..

matamu kian memerah

yang kau rasa itu jingga

sabarlah!

belum saatnya waktu bicara..



kita biarkan saja biru

berdialog dengan sunyi

tanpa metafora

tanpa manipulasi

yang aku yakin

kisah kita,

tidak sebatas mimpi











(25 February 2011)

SETIA

S E T I A
Oleh Ratna Kumala · 20 Februari 2011

~

aku tetap setia

memakai baju hitam

walau kenangan kelam

perlahan menjauhiku



aku tetap setia

mengcengkeram kata

pada sehela jeda

kerna ingin memberi ruang

rindu kepadamu



aku tetap setia

menuang tinta

kerna banyak kata

di dalam pikiranku











(20 february 2011)

Di Ujung Dermaga

Di Ujung Dermaga
Oleh Ratna Kumala · 17 Februari 2011

~

di ujung dermaga

menatap indahnya purnama

menikmati tarian badai

yang tergelak resah menjaga gelombangnya



membelai kamu

menggores satu nama

yang tak pernah beku

lalu mencumbuimu

sembari menenun halamanhalaman buku



lentera itu,

biarkan tetap disitu

menyinari suwung kayu

antara aku dan kamu

di ujung dermaga waktu











(17 februari 2011)

bening mata Jiwa

Bening Mata Jiwa
oleh Ratna Kumala pada 16 Februari 2011 jam 9:00

~

pada bening mata

terbaca segala kesunyian

tidak selalu berakhir kesepian



hati adalah dermaga segala keindahan

layaknya sayapsayap

yang berkelana mengelilingi surga

membran inti kesejukan dunia



di tengah mimpi geram kian memanas

yang kian keropos berburu gegas

akan cipratancipratan fikiran

ibarat pedang saling berkilatan



mari!

ciptakan kilau indah mutiara

dengan hati penuh cinta

pada bening mata jiwa











(16 february 2011)

Jeram Kita

Jeram Kita
Oleh Ratna Kumala · 14 Februari 2011

~

kurekatkan bintang di selasela rajam

di ujung busur

aku memanah malam



di tepian kali kita bersisian

seiring sebiduk kita bergandengan



jarak membentang buram

angankan selalu berpelukan



kerna kitalah

jeram yang tak berkesudahan..











(14 February 2011)

Pada hati

Pada Hati
Oleh Ratna Kumala · 13 Februari 2011

~

pada mata

aku temukan kaca

buaian sendu tentangmu



pada rindu

aku tikam kalbu

menghela sejenak

nafas penuh buru

sesak akan kamu



aku menderu

layaknya laut

mendebur ombak biru



tentang duka

menjelma suka

bagi kita

tanpa lara











(14 February 2011)

Dendam pergilah

Dendam, Pergilah!
Oleh Ratna Kumala · 13 Februari 2011

~

belati menusuk

menikam ulu

merobek sendisendi jatuh kuyu

mata memerah

dada bergelepar muntah

gemetar darah mendidih

hati membeku,



sakitnya melebihi

hujaman sangit kebencian!

DENDAM.



jadi, mari kita tersenyum

berdamai pada diri

kerna, tiada yang hakiki

hilangkan dengki

untuk mencapai kebahagiaan sejati









(14 February 2011)

Mari tuang kopi

Mari! Tuang Kopi
Oleh Ratna Kumala · 12 Februari 2011

~

cawan rindu itu telah kutuang

tidak untuk kau buang

kita nikmati reguknya bersama

walau isinya masih terlalu buram

bukankah kopipun berwarna hitam?

dan ini cangkir kita, bukan?











(13 february 2011)

berdua kita

Berdua Kita
oleh Ratna Kumala pada 31 Januari 2011 jam 23:09

~

Kita tapaki lembah

Menyapu kabut

Mencetak jejak

Bersama



Berjalan

Walau peluh berjatuhan

Kan kuusap setiap rintik

tetes yang melukis di dahi dan jemari

Milikmu



Kita araki bukit

Melibas rantingranting

Sembari mematahkan dahandahan yang menghadang

Lalu berleha sejenak di atas batu kekar

Milik sungai



Tenang, sayang..

Senyumku

Setia menemani setiap dahaga keluhmu

Untuk tidak lelah

Saling berpeluk sepanjang jalan



Bergandeng menyusuri lembut hutan

Milik kita

Pada lerenglereng cadas

yang kan kita gurat

berdua











(akhir january 2011)

24 Maret 2011

BIAR BIRU

~

bayang terpecah lara

melintasi bumi buta

menikmati cangkir gelap

di ujung lorong biru

menenggelami rindu bersama waktu


bagaimana aku akan berpendar

sedang nyalimu masih lapar

selapar bunga yang tetap segar


kenyang bernyanyi dan mencipta

layaknya melodi bergemerincing di senja

merindu aku seperti gila

Biarkan biru saja




(31 Janury 2011)

T A N G G U H

~

tebing terjal

aku belai

laut lepas

aku usap

karang curam

aku daki

walau akar setia menggelayut di kaki


engkau berdetak

dalam ruang kaca

tanpa suara

hanya ada pengap cahaya

dan suara suara

milikku


aku tersempil di ketiakmu

menopang langit

mengubur lembab

kerna bayangku

tetap berdenyut

pada gigil tubuhmu

dan kita saling bergirang

pada cemburu

di lekuk jalan yang kian pincang





(30 january 2011)

L e p a s

~

sayang..

mari kita nikmati segelas kopi

melewati malam panjang ini..

jangan kau tuang secangkir

tuanglah agak banyak sedikit

aku haus

dan minumku banyak..

tak akan pernah bisa

gelakmu

melarutkanku





(30 January 2011)

gelak ombak

~

riak, katakan pada ombak

sepi ini telah meledak

tinggal bebayang bintangbintang yang gemeretak

menggurat kesunyian terbahak bahak


hawa dingin telah menghentak batu

hingga mengaduk kekosongan di dalam tungku

aku tikam kebencian yang merusak

aku bunuh kalimat serampangan di setiap hela

kerna itu racun, yang menjadikan nuraniku beku

dan merana


jalajala menggeliat di helai rambut

menghilang merembes di setiap kusut


engkaulah gandum

yang selalu menggumpal di setiap jejak

alirkan cahaya putih pada gelak


biarkan dinding tebal tetap basah

untuk kita gunting semua resah

layaknya ombak menyerahkan diri pada bulan

tuk gairahi gelombangnya penuh kedamaian






(28 Janury 2011)

28 Januari 2011

malam nan hening

~

malam ini

aku dengar

denting piano tak semelinting ketika dulu

aku bersamamu


malam ini

aku dengar dawai gitar tak sebening

ketika malam itu kau ucap seribu sembilu


malam ini

hujan menitipkan sebait lagu merdu darimu

kau meminta maaf untuk ucapan di hari lalu..






(27 Desmber 2011)

sabar, nak

~

Sabar Nak..

jangan terlalu banyak mengeluh

terima apa adanya tanpa keluh


yang penting kamu sehat

bisa melanjutkan pendidikan

tidak kelaparan,

bisa menggapai semua cita

kerna ibu,

tetap setia merangkai kalian dalam Doa


kelak,

dunia kan kalian genggam penuh keemasan

dengan pribadi kesederhanaan

asal jangan lupa,

Doa selalu kau panjatkan





(27 January 2011)

kitalah kopi dan gula itu

~

ada kamu di dalam cangkir kopiku

menggumpal pada gula yang yang enggan berbaur

dengan warna cream kelabu sedikit melebur


ada aku dalam cangkir kopimu

membasahi kerongkongan serasa madu

di kamu yang tetap menunggu

untuk bersama kita reguk

nikmat hitam kopi itu


ada senyummu pada cangkir kopiku

memberi ruang hangat

walau hati kerap membeku

pada seribu ucapanmu


aku menunggumu

layaknya kau mainkan lagu merdu

engkau menyayangiku

sebagaimana garis hidupmu, untukku

kitalah kopi dan gula itu

damailah hidup kita selalu





(27 January 2011)

Soneta laut

~

jika ikhwal adalah eja

simbol itu makna

Gagak adalah kuasa

kata di dalam beranda

menyiramnya untuk kemudian disapu

kelak dibelai pada rerumput nan membadai


bayangbayang tertutup kabut

menggelagah menjawab segala entah

meringkik mencemooh tangisan angsa

nan lapar

hati terturah

mengelupas di selasela iga


oh, Gamang terbawa layar

seirama sonetasoneta rindu

tercarut siluet kalbu

rintih memekik luruh

bersemi di palung hatimu


tandustanduslah cinta

untuk kembali kutanami

setiap aksara eja

kembali bermekar

berpetang di sayap langit surgawi

memilin gemiricih sunyi

untuk membiru

di lautmu





(25 january 2011)


Kita adalah Sepasang sendu

~

menggelinjangi hari

meraba tubuh dan pangkal pahaku sendiri

melenturkan isi kepala

menopang ragu

menautkan isi lembah


angin membuai meronce palung

menyentuh embun yang bergelayut menggantung

memburai ruang kosong dalam diri

memupuk pagi

tuk memanennya di kala senja nanti


duhai Engkau Sang Maha Teduh

jangan biarkan aku terus rapuh

biarkan pikiran terus menganyam cahayaMu


kuatkan aku!

melaju bersama gemericik waktu

untuk terlahir kembali,

menelusup ke palung bumi

sekedar mengabarkan tanah, bahwa aku ada




(20 janury 2011)

Samsara

~

menggelinjangi hari

meraba tubuh dan pangkal pahaku sendiri

melenturkan isi kepala

menopang ragu

menautkan isi lembah


angin membuai meronce palung

menyentuh embun yang bergelayut menggantung

memburai ruang kosong dalam diri

memupuk pagi

tuk memanennya di kala senja nanti


duhai Engkau Sang Maha Teduh

jangan biarkan aku terus rapuh

biarkan pikiran terus menganyam cahayaMu


kuatkan aku!

melaju bersama gemericik waktu

untuk terlahir kembali,

menelusup ke palung bumi

sekedar mengabarkan tanah, bahwa aku ada




(20 janury 2011)

Kita

~

ah kamu

bikin aku ngilu

merasakan rasamu


rindumu

belai aku

mimpimimpi tentang kamu

hibur aku


aku tahu,

kamu rindu

tapi,

kita sama sama malu


temui aku

di sudut hatimu

belai aku dalam sapamu

hiasi senyumku

pada dinding kamarmu


aku tahu

kasih kita

tidaklah semu






(18 January 2011)

Dia

~

senyummu

kaku kikuk buat aku kelu

ampuuun..

aku berdebardebar!

membuatku mati kutu


kerna senyummu

sembunyikan maluku

tak bisa lamalama tinggalkan senyum itu

ketagihan aku dibelai rindu

mati kutu aku!





(16 January 2011)

Senyummu, Mati Kutu aku! :)

~

senyummu

kaku kikuk buat aku kelu

ampuuun..

aku berdebardebar!

membuatku mati kutu


kerna senyummu

sembunyikan maluku

tak bisa lamalama tinggalkan senyum itu

ketagihan aku dibelai rindu

mati kutu aku!





(16 January 2011)

Gerimis Di pagi

~

pagi sunyi

riuh rendah dalam hati

gerimis menggigil di ketiak langit,

basah


tiada embun

yang biasa menggelantung

di hijaunya daun


sejuta syair menggantung

di awan yang tetap mendung

menunggu dilahirkan

untuk berbagi kehangatan

menuai harapan



(16 January 20101)


Pada Kota

~

pada kota nyalanyala terbakar kerap membara

pada kota kejangkejang berasap kian merekah

di atas bunga layu membiru

mengejar,

memburu rupiah

di atas tumpukan kejam bangku bangku taman


ada asap membelukar mengelinjang mengalir ke hulu pernapasan

membau

membuta

tak kenal arah dalam ketiak yang kian terhampakan

di sudut sudut kerlingan manja kota

aku mencium limbah limbah ketidaknyamanan

sesak mengelupas

keluar dari hidung

darah mendidih

mengalir tanpa canggung


bergumul dalam senyap menghitam pekat

memburu mudah lenyap

diburu ibarat kilat


pada kota

tempat bertarung

bersiap mencari untung

tak kenal lelah

tak pernah patah


di kala siang

siap melarung

ketika lelap

tepiskan murung




(13 January 2011)

Di jalan jalan

~

aku temukan carut marut pikiran di jalanjalan

aku temukan logam logam berterbangan di jalan

ada yang tertidur di atas bangku jalan

ada yang duduk melamun di pinggir jalan

membaca koran tak peduli sekeliling jalan


ada yang berjalan dengan pikiran yang berjalan

menjemput lotere dengan keringat bercucuran

merogoh celana, mengangkat dasi,

bersila, layaknya bukan orang pinggiran


kukayuh pelan pelan sepedaku

berlomba memainkan waktu dengan pikiran

mengamati gerak kehidupan di jalan jalan


dan,

jangan terlalu lama ketiduran

isi harimu dengan pikiran melepas

walau hanya selarik kertas

engkau harus tuangkan

seperti di jalan jalan

yang tak pernah sepi dari carut marut kehidupan




(13 january 2011)

Waktu

~

Aku tidak akan mencarimu

kerna,

engkau yang akan mendatangi aku




(11 January 2011)

kopi pagi

~

pagi menekuri sepi

bergelimang diri

ditemani anai anai sunyi

aku tenggelam..

dalam kopi pagi


tak perlu mendung

untuk menggelinjangi hati


setiap kabut kan pasti mengurai

sejenak menarik nafas kembali memburai


belai aku,

duhai rindu

agar langkah ini tak kembali membeku..


aduk aku,

dalam kental diammu

menari kita dalam hitam kopi itu

tanpa harus tuli

dengan kata hati sendiri



(11 January 2010)

10 Januari 2011

Doa di atas Sajadah Cinta

~

mata masih saja berbicara tentang senja

senyum masih saja mengulum tentang doa


gerimis telah luruh

pada bidang jiwamu

tawa telah lebur

pada katakata diammu


cahaya itu,

adalah bunga di hati kita

seharum melati walau dia asoka

menunggu mekar di atas sajadah cinta




(7 januari 2010)

Senandung Debar

~

senyap telah menggariskan malam

mendung dipayungi relung

mengalir debar di dadaku laiknya kidung

ah, kosong ini telah kembali bersenandung

tak lagi murung..




(7 January 2010)

Ide

~

membolak balik kata

bergetar di ujung pena

menajamkan rasa

membuang segala yang ada

memilahnya..

di selembar putih tiada noda

menggores untaian kalimat indah

lalu

kita beri dupa..

..




(07 January 2010)

99 kunci

~

siang terbasuh peluh

di depan altar hijau aku bersimpuh

mengurai misteri yang lama tertidur suri


seketika dada terasa sesak,

terdengar desah suara lembah

terbuang adab adab sampah

menikam sejuta serapah


wahai, bathin nan resah..

hempaskan segala gelisah

buang semua gundah

pada 99 nama nama nan indah..




(6 January 2010)

Pembuka

~

Suara laut menderu

Mencabik cagak kokoh batas samudera

menyingkap pijar dari ujung pena

Serasa hampa, namun

cahaya mendesak bersinar jua


Pada tiap badai aku terbang

bergelombang di atas buana siap memancang


Ketika langit pada lautan bergemuruh

menghajar karang tuk melempar sauh


di ujung tombak aku mengukir gelap

Bersiap menembak pekatnya senyap

mengembalikan lagi cadar jiwa

Mekar tumbuh kembali tangguh


Satu satu salju bercerai menurun

Membasahi gersang kebun kebun zaitun

Wangi..

Seperi semerbak melati di dalam nurani


Oh, hati dan jiwa

Seperti gundukan bunga kutemukan di sana

Penuh warna indah untuk tetap merangkainya

Dibutuhkan energi kuat

Tuk tetap memupuknya..

Dialah sabar dan rasa bahagia..




(4 January 2010)